Mama Bermain Bola? Lucu Kali, Ya?


Saat awal-awal Mama tinggal di Jogja untuk mengasuhmu, Mama masih merasa sulit mengatur waktu bermainmu. Mengajakmu tidur siang saja kadang butuh waktu hingga dua jam. Pulang sekolah Mama menawarimu makan siang atau minum susu. Kalau kamu milih makan siang dulu maka setelahnya minum susu, begitu juga sebaliknya, mimi susu dulu baru makan siang. Kamu kadang masih ingin main dengan tetanggamu Satya yang usianya dua tahun lebih muda darimu. Kadang kamu memilih menonton VCD di TV atau di laptop Mama. Masih sulit bagimu untuk langsung diajak bobo siang.

Namun, bagaimana pun susahnya Mama berusaha mengajakmu bobo siang. Biasanya yang membuatmu bersemangat diajak boboan di kasur karena Mama mau membacakan cerita untukmu.

Ngko wacakke cerita ya, Ma[1],” pintamu sebelum ke kamar tidur.

Cerita yang kamu sukai waktu itu adalah komik dari majalah Wildan. Kebetulan kamu baru dibelikan bundel majalah Wildan sehingga bisa memilih cerita-cerita dari majalah tersebut. Meski kadang minta dibacain kisah yang lain, tapi komik itu tidak absen untuk minta dibacakan.

Setelah dibacakan cerita baru Mama mulai mematikan lampu kamar, mengipas-ngipasi tubuhmu, kadang sambil mengelus-elus rambutmu, mengepok-mpok pantatmu, menggaruk-garuk punggungmu yang katanya gatal, atau kadang cuma dielus-elus. Kadang butuh waktu setengah hingga satu jam sampai kemudian kamu bisa tertidur, bahkan kadang lebih. Pukul 03.00 sore saat kumandang azan asar kadang kamu baru tertidur. Padahal Mama mengajakmu ke kamar tidur sekitar pukul 13.30-an. Otomatis kamu bangun baru sekitar pukul 17.00. Sudah terlalu sore kalau harus mengajakmu bermain di luar. Apalagi Mama waktu itu masih punya tanggungan untuk menyelesaikan order ngedit dari sebuah penerbit buku. Jadi, waktu luang selain mengurusmu Mama isi dengan mengedit, termasuk saat kamu tidur siang dan tidur pada malam hari. Bahkan, pukul 00.00 pun kadang Mama masih ngedit atau baru mulai ngedit pukul 03.00 dini hari. Intinya menunggu waktu istirahatmu. Sebab, begitu kamu bangun biasanya kamu yang akan memakai laptop Mama untuk bermain game atau menonton film.

Selang satu bulan berikutnya, ritme tidur siangmu sudah benar-benar terkondisikan. Kamu sudah mulai rutin paling lambat pukul 14.00 bobo siang lalu bangun sekitar pukul 16.00. Kamu masih bisa bermain di luar setelah itu. Atas usul Ayahmu Mama pun membelikan bola untukmu. Bola plastik murahan, tetapi lumayanlah asal bisa ditendang. Tidak ada lawan main hingga akhirnya Mama sendiri yang mengajakmu bermain. Awalnya Mama mengajakmu bermain bola di depan halaman rumah Mbok Tuamu. Setiap sore kita bermain bola di sana. Kamu tampak senang sekali. Kadang tawamu begitu lepas saat berhasil menendang bola keras-keras hingga membuat Mama tidak bisa mengembalikan bola lagi kepadamu. “Gol!” katamu meski tidak ada gawang yang kita bikin untuk permainan bola kita. Asal Mama tidak bisa menangkap tendangan bola darimu meski arahnya tepat ke dekat tubuh Mama ya berarti GOL. Begitupun sebaliknya. Kamu begitu menikmati permainan meski lawan mainmu hanya Mama. Kamu sampai nggak mau berhenti bermain bola meski Mama sudah capek. Bahkan ketika waktu menjelang sore yang berarti masuk waktu mandi sore, kamu masih meminta tambahan waktu. Saat magrib baru kamu mau mandi. Terpaksa Mama harus menyiapkan air hangat untuk mandi. Padahal kalau kamu mau mandi agak sorean tidak perlu air hangat karena hawa masih panas. Namun, kalau sudah petang begitu pasti hawanya dingin. Apalagi rumah Mbok Tuamu boleh dibilang masuk wilayah yang agak tinggi (gunung, kata orang). Malam hari sering terasa dingin menusuk tulang.

Saat bermain bola inilah Mama baru tahu kalau kakimu kidal. Meski tanganmu normal (nggak kidal), tapi anehnya kakimu kidal. Kamu lebih leluasa menendang bola dengan kaki kirimu. Yah, apa pun itu asal kamu enjoy menjalaninya takapalah. Banyak pemain olah raga profesional yang kidal malah ditakuti lawan karena gerakannya kadang sulit dideteksi oleh lawan. Mereka dilatih dengan gerakan atau tehnik yang sama, tetapi pemain kidal melalukannya dengan hasil yang berbeda karena kadang tangan atau kaki kanannya pun berfungsi sama atau hampir sama.

“Aku lagi main bola nih sama anak lanang[2],” balas sms Mama kepada salah satu sahabat lama Mama saat dia menanyakan aktivitas Mama.

Meski bermain bola, Mama masih bisa sms-an karena permainan Mama hanya sekadarnya saja. Asal bisa nendang bola ke arahmu dan bisa menerima bola darimu. HP Mama simpan di teras depan rumah Mbok Tua sehingga setiap saat bila ada sms atau telpon masuk bisa langsung diangkat.

“Wah, ntar juga main mobil-mobilan, perang-perangan, pedang-pedangan, yah? Hehehe…,” balas sms dari sahabat Mama.

“Hehehe…bisa aja. Yah, beginilah risiko punya anak laki-laki,” balas Mama lagi.

Selama ini Mama selalu dikritik oleh keluarga Ayahmu kalau Mama nggak pernah mengajakmu bermain di luar. Sekaranglah saatnya Mama menunjukkan kepada mereka bahwa kamu pun tetap bisa bermain meski Mama mengajakmu tidur siang. Yah, meski butuh waktu lumayan lama sampai akhirnya Mama bisa mengajakmu bermain sore hari.

Saat di rumah Budemu, biasanya kita bermain bola di pekarangan dekat rumah Budemu. Bukan sepenuhnya pekarangan sebenarnya, tetapi juga menjadi jalan lalu-lalang orang. Hanya saja tidak banyak orang yang lewat daerah itu. Namun, saat ada motor atau sepeda yang lewat, bahkan ketika ada orang lewat, kita pun harus berhenti bermain dan memberi kesempatan kepada mereka.

Yah, lucu kali yah….emak-emak kayak Mama ini bermain bola sama anak kecil. Kayak masa kecil kurang bahagia. Hehehe…. Seharusnya Ayahmu yang bermain seperti ini denganmu, tetapi berhubung Ayahmu saat ini berada nun jauh di sana ya Mama deh yang gantiin posisinya. Mama harus tetap bisa membuatmu enjoy bermain dengan permainan yang kamu sukai. Nggak mungkin kan Mama mengajakmu bermain boneka hanya karena Mama ini perempuan. Kamu kan anak laki-laki, jadi harus bermain selayaknya anak laki-laki yang lain. Ya, Mama yang ngalah, deh, ngikutin permainan kamu.

Mama nggak peduli bagaimana orang lain menilai Mama, Le. Yang penting bagi Mama kamu bisa bahagia dan tidak kehilangan masa bermainmu saat kecil karena masa ini tidak akan bisa terulang lagi esok. Kamu akan terus tumbuh menjadi besar dan mungkin nggak akan suka lagi bermain seperti ini dengan Mama. Masak hingga kamu SMA nanti akan terus bermain bola sama Mama? Kan nggak lucu. Kamu pasti akan memilih bermain bola dengan teman-teman sebayamu. Hm…jadi Mama nikmati saja permainan ini bersamamu. Kalau kamu senang dan bahagia, Mama juga bahagia.@


[1] Ntar bacain cerita ya, Ma.
[2] Laki-laki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lomba Lari

Saat Kamu Curhat