Saat Kamu Curhat


“Mama, wajah Nimas bentol-bentol merah. Gede-gede, Mah,” begitu celotehmu saat Mama mengangkat telepon darimu.

Mama hanya tersenyum begitu mendengar semua uneg-unegmu. Rupanya nyamuk menjadi penyebab masalah kulitmu, apalagi kulitmu sedikit sensitif. Gatal-gatal di bagian tangan dan kaki yang selama ini sering kamu alami saja sudah cukup membuat belang-belang hitam di kulit. Apalagi ditambah dengan gatal-gatal di wajah.

“Udah pakai lotion obat gatal?” tanya Mama dengan menyebut merk tertentu.

“Belum!” jawabmu.

“Pakai obat lotion aja. Kayak pakai handbody, tapi di bagian wajah ngolesinnya tipis-tipis aja,” saran Mama. “jangan lupa, kalau mau bobo pakai lotion antinyamuk.” sambung Mama.

Sepertinya hal ini menjadi masalah besar dan penting buatmu sampai dibela-belain telepon ke rumah. Lain hari kamu juga curhat masalah kutu. Yah, hal ini memang masalah klasik anak santri. Mama dulu waktu masih nyantri juga sempat kutuan, apalagi Mama tidurnya ngampar tikar bareng sama santri-santri lain. Kayak jemuran pindang saja. Nasibmu relatif lebih enak, Mbak. Tidurnya di ranjang tingkat, satu tempat tidur plus kasur untuk satu santri. Seharusnya masalah kutu lebih bisa diminimalisasi dibanding kalau tidurnya bareng-bareng kayak Mama dulu.

Lepas dari apa dan bagaimana pun masalahmu, Mama senang akhirnya kamu bisa terbuka dan bebas curhat sama Mama. Lama Mama menunggu suasana seperti ini bersamamu. Kamu seperti sebuah ruang yang tertutup rapat dan sulit Mama buka. Yah, mungkin selama ini kuncinya memang belum ketemu.

“Selama ini Mama sering jadi tempat curhat orang, bahkan ada orang yang baru kenal sekalipun seolah nyaman saja curhat sama Mama. Entah mengapa mereka mudah saja mengungkapkan uneg-unegnya ke Mama. Apalagi waktu Mama jadi pengurus santri mukim di pesantren Daarut Tauhiid Bandung, hampir setiap hari Mama menerima curhatan santri yang masalahnya boleh dibilang berat-berat. Kadang Mama sampai berfikir, ‘Mau disimpan di bagian kepala mana lagi nih curhatan orang-orang? Kepala rasanya penuh banget.’” Begitu curhat Mama sama Ayah. “Cuma sayangnya kenapa yah anak Mama sendiri kok rasanya susah banget deketnya apalagi sampai mau curhat sama Mama?” sambung Mama.

“Belum saatnya,” hibur Ayah menanggapi curhatan Mama.

Mama ingin sekali menjadi ibu sekaligus sahabat untukmu. Mama tahu, sepeninggal Ibu kandungmu, kamu bahkan nyaris tidak punya teman curhat spesial selain Ayah.

Kata Ayah, dulu setiap Ayah dan Ibumu berkunjung ke pesantren kamu akan bercerita apa saja sama Ibumu tentang segala kejadian dan apa pun yang kamu alami selama di pesantren. Kamu tampak lepas bercerita dengan ceria. Namun, setelah ibu kandungmu meninggal, kamu cenderung diam, hanya sepatah dua patah kata yang keluar dari bibirmu. Saat Ayah datang mengunjungimu di pesantren, kadang kamu hanya diam dan menangis hingga membuat Ayahmu merasa serba salah dan bingung harus berbuat apa. Ayah hanya mencoba menghiburmu dengan membekali banyak jajanan untuk seminggu dan uang puluhan ribu. Kamu yang hobi ngemil mungkin bisa sedikit terhibur dengan jajanan yang Ayah bawain.

Mama tahu, betapa tidak mudah kehilangan sosok terpenting dalam hidupmu, seseorang yang selama ini selalu dekat denganmu bahkan sejak dari kandungan, yaitu ibu kandungmu. Karena itu, Mama mencoba masuk sedikit demi sedikit mengisi kekosongan hatimu dari “sosok itu”. Meski tetap tidak akan bisa tergantikan, tapi semoga kehadiran Mama bisa sedikit membawa kehangatan cahaya dalam hidupmu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lomba Lari

Mama Bermain Bola? Lucu Kali, Ya?