Makan Siang Bareng di Pesantren
Satu hal yang sering kita lakukan saat bertemu
di pesantren adalah makan bertiga di bawah rindangnya pohon yang ada di taman
pesantren. Mama sampai membawa sendiri tikar dari rumah agar kita lebih leluasa
menikmati kebersamaan kita. Mama sengaja menyiapkan menu masakan yang kamu
sukai, yaitu sayur asem dan ayam. Kadang ayamnya digoreng biasa, kadang dimasak
dengan bumbu kecap. Meski dengan lauk sederhana tapi tetap terasa nikmat.
Tujuan awal Mama membawa bekal makanan dari
rumah sebenarnya agar lebih irit daripada beli di warung dekat pesantren.
Apalagi keuangan keluarga kita saat itu boleh dibilang dalam posisi “harus
mengencangkan ikat pinggang”. Namun, ternyata hal ini malah membawa efek
dahsyat. Dalam suasana santai di bawah keteduhan pohon rindang ternyata mampu
membuka sekat-sekat di hati sehingga keakraban di antara kita terjalin semakin
intens. Dalam Susana santai ini obrolan pun lebih mudah terbuka. Awalnya kamu
masih harus ditanya ini-itu, lama kelamaan kamu mulai berani membuka cerita
sendiri tentang kondisi pesantren, tentang pengalaman selama seminggu
sebelumnya, dan seterusnya. Kondisi ini mungkin akan sulit kita dapatkan kalau
kita makan bersama di warung yang terkesan lebih formal.
Selama ini kunjungan orang tua ke santri memang
tidak dibatasi sehingga kami bisa setiap minggu mengunjungimu di pesantren. Hal
ini mungkin sempat membuat teman-teman di pesantrenmu merasa iri.
“Nimas mah dijenguk mulu,” begitu celoteh salah
satu temanmu yang sempat mampir di telinga Mama.
Teman-temanmu sampai hafal dengan Mama. Begitu
melihat Mama dari jauh pun mereka langsung memanggilmu.
“Nimas, ada Mamamu, tuh!”
Waktu demi waktu berlalu. Awalnya hanya keluarga
kita yang suka makan bersama di bawah pohon yang ada di taman pesantren. Lama
kelamaan banyak pula keluarga santri lain yang mengikuti jejak kita berteduh di
bawah pohon rindang dengan menggelar tikar. Akibatnya semakin sulitlah bagi
kita untuk mencari pohon rindang sebagai tempat berteduh. Siapa cepat dia
dapat. Akhirnya kita memilih berkumpul bersama di emperan masjid. Apalagi tikar
yang biasa kita pakai mulai rusak karena sering dipakai bermain bareng
teman-temanmu di pesantren. Mama memintamu menyimpan tikar di pesantren agar Mama
tidak terlalu banyak membawa bawaan dari rumah. Ternyata tikar itu sering kamu
pakai untuk duduk-duduk santai bersama teman-temanmu di pesantren. Entah karena
berebutan atau saling tarik-menarik akhirnya anyaman tikar banyak yang
terburai. Yah, memang tikar murahan sih. Wajar kalau cepat rusak.
Komentar
Posting Komentar